Sunday, March 16

Hebatnya antonim


Ngga akan seseorang disebut-disebut cantik kalau ngga ada kehadiran si jelek. Nggak akan ada sebutan miskin kalo ngga hadir juga si kaya ditengah-tengahnya. Ngga ada kategori tinggi kalau ngga ada pendek disekelilingnya. Nggak ada yang namanya berkah kalo gak ada musibah yang menjadi acuan. Nggak akan ada yang namanya sakit kalo gak ada sehat sebelumnya. Semua ada karena ketiadaan. Kehidupan hadir dari kehampaan. Dan kausalitas itu mutlak.
Read More

Sunday, March 9

Ini Aksiku! Mana Aksimu?!

Hai!!! H-21 menuju Earth Hour hehehe. Well , tau kan earth hour? ituloh event yang kita matiin lampu selama sejam.Ya, pasti sekelibet pernyataan seperti itu yang terlintas dipikiran kita kalo mendengar kata Earth Hour haha. Kenapa saya bilang begini? Karena gak munafik, sayapun melakukannya sebelum saya tahu lebih lanjut seperti sekarang. Iya, untuk saat ini saya sudah lebih tahu. Ternyata Earth Hour gak cuma terbatas di situ, tapi mencakup banyak hal. Apapun yang kita bisa lakukan untuk lebih ramah terhadap bumi, itu juga lah yang menjadi 'cakupan wilayah' Earth Hour ini. 

Saya sendiri tau Earth Hour itu sejak saya duduk di bangku SMP. Entah bagaimana kronologinya, tapi yang mampu saya ingat hanya satu hal: matikan lampu dan listrik selama satu jam. Bukan maksudnya membanggakan diri atau ingin melampirkan suatu pencitraan, namun memang setiap kali saya dengar Earth Hour akan diadakan, saya selalu excited. Entah mengapa. Waktu itu, saya belum mengerti kalau acara ini diadakan setiap tahunnya diseluruh dunia. Bahkan saya baru tahu kalau ternyata Earth Hour itu juga memiliki puncak acara yang biasanya diadakan si tiap kota yang sudah mendedikasikan dirinya untuk bergabung. Satu kota, satu acara besar, sebagai simbolis. Ya, Solo yangkalau tidaksalahdua tahun lalu mendedikasikan diri untuk bergabung ke komunitas itu mampu memberi saya pelajaran baru untuk yang kesekian kali. 

Singkat cerita, saya mengajukan diri menjadi volunteer acara Earth Hour Solo ini. Dan, disinilah semuanya bermula. Eits, bukan apa-apa, tapi permulaan saya mengetahui lebih luas mengenai Earth Hour. Saya akui, mereka semua mulia. Ya, orang-orang yang bergabung di dalamnya. Ternyata, manusia se-serakah itu, hingga akhirnya keserakahan itu menjadikan bumi rapuh.  Sebelumnya, saya ingin menegaskan bahwa disini saya bukan hadir untuk menjadi seseorang yang sok suci yang tidak pernah melakukan sedikitpun perbuatan yang bisa menambah keusangan bumi. Saya hanya ingin sedikit merekonstruksi segala hal yang mampu saya rekonstruksikan, dengan tujuan supaya siapapun manusia yg belum tahu mampu mengerti, dan syukur-syukur mampu merubah pola hidupnya menjadi lebih 'hijau'.

Berawal dari komitmen yang dibuat oleh para volunteer, saya pun semakin terbiasa. Pada awalnya, saya sudah sadar bahwa saya adalah tipe orang yang selalu mematikan lampu ketika tidak diperlukan. Oleh karena itu, saya berkomitmen untuk menggunakan listrik seperlunya. Setelah itu saya juga berkomitmen untuk mengurangi penggunaan tissue dan membawa tumbler sendiri kemanapun saya pergi. Tidak munafik, kita semua butuh listrik, kita butuh tissue, dan pastinya kita membutuhkan air minum dalam melakukan aktivitasyang terkadang tidak bisa kita pungkiri bahwa kita untuk memutuskan beli. Saya tekankan sekali lagi, keberadaan Earth Hour disini bukanlah memaksa manusia melakukan hal-hal yang sekiranya bisa merusak bumi, namun meminimalisir. Jika dilihat, memang ini hanyalah hal sepele yang terlihat tidak berefek apa-apa. Tapi coba silahkan dipikir matang-matang, jika satu persatu orang mulai menyadarinya, berapa persen bumi mampu terselamatkan? 

"Everything starts with one."

Dua minggu silam, komunitas Earth Hour di seluruh kota melakukan aksi serentak dengan tema #plastiktakasik, sedangkan hari ini kami kembali mengadakan aksi serentak dengan tema #BijakKertas. Di Solo sendiri, aksi ini diadakan di Jl. Slamet Riyadi bersamaan dengan diadakannya Car Free Day. 


Jadi, ini aksiku! Mana aksimu?!
Read More