Friday, January 31

Pertemuan Singkat

Hari ini, alasan kebahagiaan masa lalu saya akhirnya memberanikan diri untuk keluar dari zona nyamannya demi menjumpai—yang tak lain juga merupakan—alasan kebahagiaannya di masa lampau. Hari ini, saya kembali diberikan kenyamanan oleh rumah yang dahulu pernah saya huni. Dan hari ini, saya kembali disadarkan bahwa rasa syukur tidaklah sulit untuk dipanjatkan, bahwa kita selalu dapat menemukan alasannya di setiap lembar kehidupan. 

Pertemuan ini merupakan pertemuan yang akhirnya diadakan setelah berbulan-bulan yang lalu kami bersua dan bercengkrama. Pertemuan yang.......yah, tergolong sangat singkat :") Mereka adalah kebahagiaan yang saya temukan ketika saya menduduki bangku SMA beberapa tahun silam, dan saya yakin bahwa saya juga bagian dari masing-masing alasan mereka mampu menceritakan memori-memori konyol mengenai kehidupan kepada anak-anaknya kelak. Hebatnya, biasan kebahagiaan yang mereka ciptakan ngga berhenti begitu aja seraya kita pisah dan kemudian dipenjara oleh kesibukan masing-masing. Bahkan sampai detik ini, saya mampu merasakan euphoria bahagia hanya dengan menatap foto-foto seputar kami. Ya, sesederhana itu. 

Kali ini, waktu kami buat singkat dengan karaoke. Ya, karaoke dua jam bersama mereka itu engga terasa. Jangankan dua jam, dua tahun menjalani hidup bareng aja engga berasa, tau-tau pisah. Haha siapa yang hebat, saya juga ngga ngerti. Entah itu waktu, entah itu mereka, saya rasa keduanya sama-sama hebat, dan gak heran kalo hasilnya juga segini berpengaruhnya ke hidup saya. Saya sudah sering mengungkapkan hal ini di postingan-postingan sebelumnya, bahwa mereka adalah penopang jarak jauh yang mampu menyadarkan saya bahwa ini nyata. Pedih yang saya alami akibat berpisah sementara dengan mereka, selalu mengingatkan saya bahwa hanya saya sendirilah yang mampu menyudahi hal itu. Secepat mungkin. Untuk kemudian bisa "pulang".

Obrolan sederhana mengenai rencana jangka pendek dan impian masa depan juga mewarnai pertemuan kala itu. Mengenai perjalanan-perjalanan luar kota yang belum sempat dan belum mampu dilakukan oleh bocah tengik semasa SMA dulu. Perjalanan sederhana ke tempat baru yang ingin kami jelajahi, gunung-gunung yang ingin kami daki, dan laut yang ingin kami arungi. Ya, saya rasa kota lain juga berhak mendengar gelak tawa yang terangkai dari bibir kami. Impian-impian masa depan mengenai wisuda dan pernikahan, yang entah kenapa hal satu ini tidak pernah bosan untuk dibahas. Mengenai salah satu dari kami yang insyaAllah akan wisuda tahun depan, dan siapa antara kami yang nantinya akan menikah duluan. Mengenai kebaya macam apa yang akan kami kenakan di setiap pernikahan masing-masing dari kami, dan siapa saja yang akan hadir di wisuda masing-masing dari kami. Mengenai apakah pada akhirnya X akan bersama dengan Y, W bersama dengan X, ataukah J dengan K. Dan banyak pembicaraan-pembicaraan lain yang mengalir begitu saja, yang mampu menuntun kami ke dalam kesadaran dan pemahaman bahwa kami telah banyak melangkah, bahwa setiap langkah yang kami pilih menjadikan kehidupan yang kami jalani kian runyam, bahwa hidup tidak pernah sama, dan bahwa disetiap fakta yang tadi disebutkan, kami berusaha untuk selalu mampu bersama.
Read More

Monday, January 27

Antara ngeluh dan merenung

27 Januari, semakin dekat menuju ajaran baru semester IV. Menuju lembaran baru di kehidupan mahasiswa yang ngga terlihat kaya kehidupan mahasiswa. Menuju hari keberangkatan ke tanah rantau untuk mulai babak hidup baru yang lainnya. Postingan kali ini lebih menuju ke renungan diri, dimana saya sadar bahwa saya sudah membuang banyak hal, termasuk waktu. Mungkin kalian berpikir bahwa saya terlalu banyak omong. Mungkin ketika membaca ini, dalam hati kalian mencibir 'udah tau begitu, bukannya diperbaikin, malah ngumbar'. Saya juga kurang paham kenapa saya memilih untuk menuliskannya disini, bukannya merancang list apa saja yang harus saya rombak dalam hidup saya supaya ke depannya ngga ada lagi yang terbuang sia-sia.
Saya mulai masuk ke dunia perkuliahan sekitar 1,5 tahun yang lalu, tapi saya ngga benar-benar merasa kuliah. Entah mengapa, saya merasa ini semua terasa hanya formalitas untuk mendapat gelar. Ya, hanya sekedar gelar supaya tidak kalah bersaing dalam era seperti ini dalam mencari lapangan pekerjaan. Status saya memang mahasiswa, tapi saya tidak pernah paham permasalahan politik dan ekonomi yang melanda negara ini. Saya tidak tahu siapa itu Anas, saya tidak tahu kenapa Farhat Abbas kerap kali dibicarakan masyarakat. Entah apakah ini bentuk keapatisan atau memang saya yang kurang peka terhadap permasalahan politik Indonesia. Pengetahuan umum saya terlampau rendah untuk ukuran mahasiswa semester 3, dan saya merasa jati diri saya belum dapat saya temukan sampai saat ini. Saya bahkan belum paham bakat saya, I don't know what I am good at. Ya, tidak jarang saya iri melihat orang-orang yang aktif di bidangnya, yang asyik melakukan hal yang dia suka dengan keahlian yang menonjol. Tidak jarang juga saya termotivasi untuk melakukan gerakan perubahan dalam hidup saya tatkala melihat pemandangan seperti itu, namun juga umumnya resolusi, itu semua hanya berlalu lalang dalam waktu yang singkat. Disinilah kebodohan saya dimulai.

Belum lama ini, saya melihat pict seperti ini di timeline twitter saya,
dan layaknya energi elektromagnetik, saya terkejut. Haha mungkin saya hanya merasa tersindir, karena selama ini liburan yang saya rencanakan hanya berada dalam sebuah tabung yang sering kita sebut wacana. Maklum, saya sadar diri untuk tidak menyodorkan telapak tangan ke hadapan orang tua saya untuk urusan kesenangan saya semata. Melihat juga keluarga saya yang juga bukan tumbuh dengan kegelimangan harta, saya lebih memilih untuk menabung dan mengumpulkan uang sendiri dalam hal travelling seperti ini. Maka dari itu, semua rencana perjalanan yang sering saya bicarakan bersama teman-teman berujung pada kenihilan semata. Pada dasarnya saya cuma ingin menyatakan, kalau picture itu masuk ke dalam resolusi semester IV saya, ya travelling. Begitu ajaran baru dimulai nanti, menabung bakal ada di deretan list teratas saya. Saya pribadi sih inginnya resolusi ini gak hanya bertahan 1-3 minggu, tapi namanya manusia (apalagi saya) suka ngga konsisten, jadi kita lihat saja ke depannya nanti, does this work or not. 
Untuk resolusi-resolusi lainnya, saya ngga mau sebut di sini. Karena saya ngga yakin bisa merealisasikan itu semua. Bukannya pesimis, tapi saya bukan tipe orang yang muluk-muluk. Saya tahu mana yang bakal saya realisasikan, dan mana yang saya sisakan buat direalisasikan belakangan. Dan kenapa saya menyebutkan perihal travelling, karena saya yakin hal itu mampu saya lakukan, travelling dari hasil menabung. Saya juga ngga paham dari mana bisa nemuin percaya diri yang sebesar ini, haha. Tapi saya sudah memutuskan nantinya akan mencanangkan the power of 20ribu haha walau masih ragu mau 20rb atau 10rb-__- Yah, apapun itu, walaupun travellingnya batal, setidaknya menabung itu ngga ada salahnya kan. 
Mungkin muncul pertanyaan, apa hubungannya travelling sama masalah renungan diri yang saya lontarkan di awal postingan. Saya hanya berpikir, bahwa saya kurang menjelajah hidup. Saya kurang bisa membuka diri, sampai akhirnya seperti ini. Belum memahami diri sendiri, belum memahami bakat saya, dan bahkan hal yang saya sukai. Entah sampai kapan saya bertahan dengan hidup dengan pola garis lurus begini. Entah sampai kapan saya akan merubah kegiatan saya bukan lagi sebagai formalitas. Entah kapan saya bisa menjadi mahasiswi layaknya mahasiswi yang bisa kritis dengan keadaan negara. Entah kapan saya bisa menjadi aktivis yang bisa merubah suatu kondisi atau minimal mengadakan acara sendiri. Entah, dan entah......Lagipula, siapa sih di muka bumi ini yang ngga ingin jadi seseorang yang bisa sukses karena dia mampu mengenal siapa dia? Everyone does, of course. Saya nggak tahu bagaimana ke depannya. Namun satu hal yang saya harap, saya ngga cuma bergantung sama takdir Allah dan cuma mengiyakan alurNya.
Read More

Friday, January 17

Dekapan Kerinduan

Entah harus memulai dari mana, dan entah harus mempersingkat cerita dengan memilih untuk menceritakan bagian mana. Berawal dari rasa aneh yang tiba-tiba muncul. Rasa aneh yang selama ini belum pernah nampak; atau emang guenya aja yang selalu mengingkari keberadaannya. It's been nine days since I got here, Jakarta, dan tebak apa berita anehnya? I just have passed two days here, sampai akhirnya gue sadar.....gue rindu kota perantauan itu, gue rindu Solo. Awalnya gue coba buat ngehalau perasaan ini, yang berkelibat di kepala gue cuma "alah, ngga mungkin!!! lagi ngga ada kerjaan aja makanya bilang begini". dan berkat sudut pandang itu, gue cuma bersikap 'bodo amat this must be joking'.
Hari itu berlalu dengan lesunya. Maksudnya, gue yang lesu menjalaninya. Kegiatan gue cuma seputar makan-tidur-mandi-nonton-internetan. Udah itu-itu aja kayak lingkaran setan. Dan hal itu makin makin membuat gue rindu....tanpa gue tau aspek apa yang sebenarnya gue rindukan. Hari keesokannya gue sambut dengan kegiatan yang agak-lebih-bervariasi dari hari sebelumnya. Gue coba cari kesibukan, gue bener-bener ngehindarin yang namanya suwung (dalam bahasa Indonesia: gak punya kerjaan). Namun....semakin gue mencoba sibuk, semakin gue paham, semakin gue ngerti kalo perasaan rindu akan Solo itu nyata. Itu semua nyata :""") Gue mencari celah buat paham apa yang ngebuat gue rindu, dan gue belum bisa menemukan apa-apa. Yap, I have no answers. 

Lagi, hari demi hari gue lewatin dengan rutinitas yang ngga jauh beda sama hari-hari sebelumnya. Tapi dini hari kali ini beda. Dini hari ini mata dan pikiran gue terbuka lebar-entah seiring dengan siakad yang jam 00.00 tadi udah lampu hijau tanda terbuka lebar atau bukan-seketika itu pula gue kembali ditampar dengan fakta-fakta yang selama ini emang enggan buat gue akui. Gue ternyata rindu banyak hal. Di sela-sela pembicaraan temen2 gue 'woy ke nannys pavilon yuk', 'sushi tei yuk', 'hanamasa yuk', dan berentet nama tempat lainnya yang ribet dan engga gue kenali, gue rindu kata-kata 'eh angkringan lah yuk'. Ntah bagaimana, Solo berhasil mengajarkan gue bahwa kesederhanaan itu menghangatkan. Gue rindu makan kucingan, minum es teh, dan cuma dengan bekal seperti itu, gue dan kawan makan gue lainnya betah buat tinggal berjam-jam cuma buat sekedar bercengkrama. Gue rindu sosis naga, yang awalnya gue sangka ini tempat waw banget cause everybody talks about this, dan ternyata itu semua diluar ekspetasi. Sosis naga yang tempatnya cuma berada di pinggir jalan, duduk diatas lembaran-lembaran tiker, and yes....that's enough buat orang-orang sini merasakan yang namanya bahagia. Bukan karena apa-apa, tapi karena kehangatan yang timbul dari sekedar duduk lesehan dan ngobrol ngalur-ngidul, ketawa lepas, nyanyi-nyanyi. 

Gue rindu bisa senyum dan ngebales senyuman orang yang bahkan gak gue kenal. Yak, ini hebatnya warga sana. Beli sate di tukang keliling waktu lewat depan kos aja bisa ngobrolin tentang apapun sama abangnya, bukan cuma sekedar 'bang, satenya satu, sambel kacangnya banyakin ya'. Apalagi Koko, dengan kecerewetan dan sikapnya yang gampang membaur, kerap kali dia ngobrol sama tukang (entah itu tukang jualan, tukang tambal ban, tukang fotocopy-ann, dan tukang2 lainnya) udah berasa kaya sahabat yang ngga ketemu 7 tahun, heboh hahaha. Kadang, kebiasaan gue yang suka senyum ke warga sana suka kebawa kalo gue lagi di Jakarta dan alhasil gue disangka ganjen terus digodain-_- 

Seperti yang udah gue tulis berkali-kali di atas, Solo bener-bener ngajarin gue kesederhanaan, walau pada kenyataannya Solo juga udah masuk kota-kota maju. Solo sendiri punya 3 mall, yang kalo ditambah sama mall2 di Solo Baru entah jadi ada berapa. Di sini juga ada Premiere, XXI, 21, dan Blitz nyusul, yang ngga perlu nunggu sebulan sampai dua bulan dari jadwal aslinya tayang buat nonton film-film terbaru. Ya, intinya kota kecil ini udah ngerti modernisasi, enggak se-pelosok yang kalian pikir. Tapi seiring dengan itu semua, tetep kesederhanaan kota ini yang justru bikin gue kangen. Gue cinta sama suasana Solo, walau gue benci banget sama teriknya yang cukup bnget ngebikin kulit gue dekil dalam hitungan hari. Dan tentunya, gue kangen buat berada di Solo karena cuma di sini gue bisa terdeteksi dalam radarnya Koko, begitu pula sebaliknya.
Read More

Wednesday, January 1

Welcome, 2014!!!

Yoooo men, selamat hari kembang api sedunia!!! Selamat menempuh tahun yang baru ya, yang konon semua orang bakal punya resolusi-resolusi baru juga buat nyambut berlalunya tahun yang lagi dilewatin ini. Buat gue sendiri, gue cuma bisa berharap semoga tahun ini lebih baik dari sebelumnya. iya gue tau ini basi, terlalu bersikap kaya ikan mati yang cuma bisa ngikutin arus air. Tapi gue emang ngga pingin yang muluk-muluk. Apa yang bisa dilakuin di tahun 2014 ini, ya gue lakuin. Syukur-syukur banyak hal baru yang bisa gue coba, biar gue gak jenuh. Syukur-syukur juga bakal banyak sosok baru yng bisa ngasih pelajaran hidup biar gue juga bisa belajar lebih banyak. Dan masih banyak syukur-syukur lainnya yang gue harapkan dateng di tahun yang baru ini haha.
Singkat cerita, goodluck dengan tahun barunya ya. Semoga semua resolusi-resolusi yang udah kalian buat bisa tercapai, at least setengah dari total yang kalian harapkan. Amin aalhuma amin.
Read More