Monday, January 27

Antara ngeluh dan merenung

27 Januari, semakin dekat menuju ajaran baru semester IV. Menuju lembaran baru di kehidupan mahasiswa yang ngga terlihat kaya kehidupan mahasiswa. Menuju hari keberangkatan ke tanah rantau untuk mulai babak hidup baru yang lainnya. Postingan kali ini lebih menuju ke renungan diri, dimana saya sadar bahwa saya sudah membuang banyak hal, termasuk waktu. Mungkin kalian berpikir bahwa saya terlalu banyak omong. Mungkin ketika membaca ini, dalam hati kalian mencibir 'udah tau begitu, bukannya diperbaikin, malah ngumbar'. Saya juga kurang paham kenapa saya memilih untuk menuliskannya disini, bukannya merancang list apa saja yang harus saya rombak dalam hidup saya supaya ke depannya ngga ada lagi yang terbuang sia-sia.
Saya mulai masuk ke dunia perkuliahan sekitar 1,5 tahun yang lalu, tapi saya ngga benar-benar merasa kuliah. Entah mengapa, saya merasa ini semua terasa hanya formalitas untuk mendapat gelar. Ya, hanya sekedar gelar supaya tidak kalah bersaing dalam era seperti ini dalam mencari lapangan pekerjaan. Status saya memang mahasiswa, tapi saya tidak pernah paham permasalahan politik dan ekonomi yang melanda negara ini. Saya tidak tahu siapa itu Anas, saya tidak tahu kenapa Farhat Abbas kerap kali dibicarakan masyarakat. Entah apakah ini bentuk keapatisan atau memang saya yang kurang peka terhadap permasalahan politik Indonesia. Pengetahuan umum saya terlampau rendah untuk ukuran mahasiswa semester 3, dan saya merasa jati diri saya belum dapat saya temukan sampai saat ini. Saya bahkan belum paham bakat saya, I don't know what I am good at. Ya, tidak jarang saya iri melihat orang-orang yang aktif di bidangnya, yang asyik melakukan hal yang dia suka dengan keahlian yang menonjol. Tidak jarang juga saya termotivasi untuk melakukan gerakan perubahan dalam hidup saya tatkala melihat pemandangan seperti itu, namun juga umumnya resolusi, itu semua hanya berlalu lalang dalam waktu yang singkat. Disinilah kebodohan saya dimulai.

Belum lama ini, saya melihat pict seperti ini di timeline twitter saya,
dan layaknya energi elektromagnetik, saya terkejut. Haha mungkin saya hanya merasa tersindir, karena selama ini liburan yang saya rencanakan hanya berada dalam sebuah tabung yang sering kita sebut wacana. Maklum, saya sadar diri untuk tidak menyodorkan telapak tangan ke hadapan orang tua saya untuk urusan kesenangan saya semata. Melihat juga keluarga saya yang juga bukan tumbuh dengan kegelimangan harta, saya lebih memilih untuk menabung dan mengumpulkan uang sendiri dalam hal travelling seperti ini. Maka dari itu, semua rencana perjalanan yang sering saya bicarakan bersama teman-teman berujung pada kenihilan semata. Pada dasarnya saya cuma ingin menyatakan, kalau picture itu masuk ke dalam resolusi semester IV saya, ya travelling. Begitu ajaran baru dimulai nanti, menabung bakal ada di deretan list teratas saya. Saya pribadi sih inginnya resolusi ini gak hanya bertahan 1-3 minggu, tapi namanya manusia (apalagi saya) suka ngga konsisten, jadi kita lihat saja ke depannya nanti, does this work or not. 
Untuk resolusi-resolusi lainnya, saya ngga mau sebut di sini. Karena saya ngga yakin bisa merealisasikan itu semua. Bukannya pesimis, tapi saya bukan tipe orang yang muluk-muluk. Saya tahu mana yang bakal saya realisasikan, dan mana yang saya sisakan buat direalisasikan belakangan. Dan kenapa saya menyebutkan perihal travelling, karena saya yakin hal itu mampu saya lakukan, travelling dari hasil menabung. Saya juga ngga paham dari mana bisa nemuin percaya diri yang sebesar ini, haha. Tapi saya sudah memutuskan nantinya akan mencanangkan the power of 20ribu haha walau masih ragu mau 20rb atau 10rb-__- Yah, apapun itu, walaupun travellingnya batal, setidaknya menabung itu ngga ada salahnya kan. 
Mungkin muncul pertanyaan, apa hubungannya travelling sama masalah renungan diri yang saya lontarkan di awal postingan. Saya hanya berpikir, bahwa saya kurang menjelajah hidup. Saya kurang bisa membuka diri, sampai akhirnya seperti ini. Belum memahami diri sendiri, belum memahami bakat saya, dan bahkan hal yang saya sukai. Entah sampai kapan saya bertahan dengan hidup dengan pola garis lurus begini. Entah sampai kapan saya akan merubah kegiatan saya bukan lagi sebagai formalitas. Entah kapan saya bisa menjadi mahasiswi layaknya mahasiswi yang bisa kritis dengan keadaan negara. Entah kapan saya bisa menjadi aktivis yang bisa merubah suatu kondisi atau minimal mengadakan acara sendiri. Entah, dan entah......Lagipula, siapa sih di muka bumi ini yang ngga ingin jadi seseorang yang bisa sukses karena dia mampu mengenal siapa dia? Everyone does, of course. Saya nggak tahu bagaimana ke depannya. Namun satu hal yang saya harap, saya ngga cuma bergantung sama takdir Allah dan cuma mengiyakan alurNya.

0 comments:

Post a Comment