Friday, July 21

(Masih) Monoton

Waktu masih terus berjalan. Pun hidup yang kian lama kian menggantikan pemahaman saya pada banyak hal. Belum signifikan memang pergeserannya, karena hidup saya yang memang masih monoton, belum jua menemukan fase kehidupan selanjutnya.


Sudah sejak Mei silam saya kembali ke rumah saya yang sesungguhnya, namun ironisnya, hati dan pikiran saya masih di rumah saya yang sempat berada di seberang sana.
Belum kuat untuk menerima kenyataan-kenyataan baru yang harus saya telan keberadaannya.
Entahlah, mungkin ke-tidak-kuatan ini hanya perasaan yang saya artikan karena saya belum memiliki kesibukan lainnya.
Mungkin, ke-tidak-kuatan itu akan memudar seiring saya memiliki kesibukan baru dan memasuki fase hidup yang seharusnya saya jalani di usia saya yang kian tua, hehe ― tidak ada yang tau.


Tidak terasa sudah hampir 1/4 tahun saya membawa gelar S.Ikom yang belum jua mendapatkan jodoh pekerjaannya. Kalau dibilang belum siap bekerja, saya pikir tidak ada satupun orang di dunia ini yang siap bekerja, menghabiskan tenaga dan menanggung beban pikiran, semata-mata untuk kehidupan masa depannya sendiri.
Saya pikir tidak ada di kehidupan ini manusia senaif itu yang semangat bekerja untuk mencari selembar dua lembar kertas cetakan Bank Indonesia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan juga keluarganya. Ya namun inilah hidup, harus ada usaha dan pengorbanan yang dilakukan untuk mampu membahagiakan jiwa dan raganya.
We have to give, to take something, also take to give something.

Tidak munafik, saya belum siap untuk bekerja karena masih terbayang-bayang kehidupan lampau yang setiap harinya dipenuhi gelak tawa. Saya takut di tahap ini tidak akan menemukan kenyamanan seperti yang saya dapatkan di waktu silam.
Namun, bukankah kita semua begitu? Terlalu terpuruk akan kemungkinan-kemungkinan terburuk, menciptakan phobia yang sebenarnya hanya ada dalam pikiranmu? Entahlah.
Kata orang, berdamailah dulu pada dirimu sendiri, maka semuanya akan damai pula kemudian. Ya saya tahu, saya yakin, juga percaya, saya butuh kehidupan baru untuk menutup lubang-lubang kehidupan lama yang kian lama terbuka makin lebar.

Namun, naifkah saya kalau berpikir bahwa bekerja dan pekerjaan adalah sesuatu yang sudah diatur oleh penguasa alam? Naifkah saya kalau menganut pemikiran bahwa profesi saya nantinya adalah obat untuk luka saya yg menganga ini? Naifkah saya untuk tidak melulu berusaha secara maksimal karena percaya bahwa segalanya adalah kehendakNya?

Ah....
Sudahlah.
Selamat malam, langit malam. Sampaikan pada cahaya-cahaya di sana, bahwa aku adalah pengagum malam. Sampaikan pada cahaya-cahaya di sana, bahwa berkat gelapnya, kalian adalah guratan indah yang membawa ketenangan.
Dan berkatnya, kalian berdua adalah salah satu seteru yang aku kagumkan.


Sumber: static.tumblr.com

0 comments:

Post a Comment