Friday, December 8

Beberapa hari yang lalu, saya menonton film berjudul "A Ghost Story" yang kalau dilihat dari judulnya meyakinkan banget kalau film yang satu ini adalah film horror. Wait guys, sebelumnya, ini dia penampakan dari poster filmnya;

Sumber: www.imdb.com


Sebelumnya, berikut ini detail film yang saya lansir dari imdb,

Duration: 1hr 32mins
Genre: Drama, Fantasy, Romance
Release date: 27 July 2017 (Australia)
Rate: 6,9/10



As you can see, di bagian teratas ada kesan dan pesan yang dirangkum dalam kata "Lovely, Misterious, and Cosmic". Hal pertama yang menimbulkan tanda tanya "Is this really horror film?", ditambah di bagian bawah ada copy "It's All About Time" yang semakin mendukung pertanyaan sebelumnya. Akhirnya saya memutuskan untuk cari dulu sinopsisnya, dan benar, ini bukan film horror seperti yang kalian kira.

Sebelumnya saya mohon maaf karena saya tidak akan menuliskan sebelumnya sinopsis di sini. Saya yakin sudah banyak sekali artikel artikel di luar sana yang menuliskan sinopsis dari film ini. Jadi ini hanyalah pure opini saya sebagai penonton yang masih awam dalam menilai sesuatu.

Film ini menceritakan seorang hantu dari sudut pandang yang berbeda, jika di mayoritas film kamu disodorkan hantu dengan sudut pandang manusia, di film ini kamu akan disuguhkan sebuah perjalanan dari sudut pandang si hantu itu sendiri. 
Oh ya, film ini tidak disarankan untuk para penonton yang tidak menyukai alur lambat. Namun jika ingin tetap mencobanya, silahkan, siapa tau dengan menonton film ini mampu mengubah penilaianmu mengenai film-film beralur lambat yang menurut saya most of them is a cool movie.

Dalam film ini ada adegan di mana M (istri si hantu) memakan pie dan menghabiskan durasi mungkin lebih dari lima menit sendiri, waw. Di sini, sutradara ingin menyampaikan emosi yang dirasakan oleh si M, yang tak lain adalah rasa kehilangan, dan menurut saya emosi itu berhasil dipertontonkan, bahkan disalurkan kepada audiens, saya sendiri pun ikut bersimpati atas kehilangan M akan suaminya tersebut.

Waktu kian berjalan, sang suami masih berada di rumahnya (dalam bentuk hantu), menyaksikan segala kegiatan yang dilakukan istrinya. Bahkan ketika sang istri memilih untuk meninggalkan rumah tersebut, sang suami yang bernama C itu tetap tinggal, menunggu kian lama, dengan setia, entah dengan ketidaktahuannya bahwa sang istri memilih pergi dan tidak kembali, atau dengan harapannya bahwa M akan kembali lagi. Perlu diketahui, sebagai bentuk peninggalannya, M menyelipkan sebuah catatan kecil yang ia masukkan ke dalam rongga di tembok rumahnya, namun tak bisa ia baca karena suatu sebab.

Penghuni baru kian berdatangan, namun semua tidak bertahan lama karena C mengganggu mereka. Di sini juga terdapat adegan dimana salah satu penghuni baru membicarakan arti  kehidupan, berawal dari pembicaraan mengenai Symphony 9 - Beethoven dan berujung pada perumpamaannya dalam kehidupan, yang menurut saya pribadi menarik untuk disimak. Yap, seperti film horror yang menceritakan rumah berhantu, kali ini diambil dari sudut pandang sang hantu.

Bagian endingnya ini sih yang menurut saya bener-bener waw, dikemas secara dalam dan emosional. Kronologinya begini; C seakan berjalan namun sesungguhnya dia hanya mengitari tempat yang sama dalam kurun waktu yang teramat panjang. Masa demi masa, bahkan zaman demi zaman ia lalui, untuk menunggu sang istri kembali. Hingga akhirnya ia datang kembali ke masa di mana ia dan istrinya bahagia untuk kedua kalinya (saya anggap ini reinkarnasi sempurna). Terjadi kembali kejadian yang sama dan saat ini terdapat dua sosok C sebagai hantu.
Namun kali ini, kejadiannya sedikit berbeda. Sepeninggalan M terhadap rumah itu dan kenangannya, C berhasil meraih catatan kecil M dan membacanya. Tanpa memperlihatkan isi catatannya, seketika C menghilang dan saya menyimpulkan kalau ia sudah tenang di alamnya. Membingungkan? Memang. Tapi justru itulah seninya wkwk. Pokoknya kalo pendapat saya pribadi sih rate nya 7,5/10.

Read More

Saturday, October 28

Kapan Sih Takdir Dituliskan?

Ntah kenapa berbulan-bulan ini ada yang mengganjal di hati saya. Gila yaa bisa berbulan-bulan ckck hebat juga saya, sekaligus bodoh lantaran belum juga bisa memecahkan permasalahan ini. Nah, masalahnya, gimana saya bisa memecahkan masalah yang saya gak tau apa masalahnya huhu pathetic maksimum :(((


Tapi kemungkinan besar karena saya terlalu banyak menghabiskan waktu di rumah :" job seeker lyfe, ditambah masalah hidup lainnya and then boom here I am. 

Saya bertanya-tanya, naifkah seseorang yang tidak berusaha maksimal dalam rezeki dan jodohnya serta menjalani hidup dengan tidak terlalu bersikeras menerapkan pola hidup sehat karena percaya semua hal tersebut sudah diatur oleh Sang Penguasa? 
Dan sayangnya sampai saat ini saya belum menemukan jawaban yang bisa saya terima.

Mungkin mayoritas orang akan menyanggah pertanyaan saya karena mereka meyakini semua hal tetap memerlukan usaha. Saya tidak menganggap pernyataan itu salah maupun benar. Saya hanya kurang puas dengan jawaban itu. Dalam agama saya, rezeki, jodoh, dan umur sudah dituliskan bahkan sebelum seseorang tersebut terlahir, dan jika kasusnya ada seseorang yang tidak berusaha, maka apakah takdir sosok tersebut akan berganti? Karena saya rasa Tuhan tidak mungkin menakdirkan ciptaanNya untuk tidak berusaha. Satu-satnya kemungkinan adalah kesengajaan dari manusianya sendiri.

Ada juga yang mengatakan bahwa takdir tersebut memiliki banyak jalan yang berujung juga pada banyak kemungkinan, dan tentunya seseorang tersebut akan berujung pada takdir yg secara tidak langsung dipilihnya. 
Namun, sebagai seseorang yang percaya pada sebab-akibat, muncul lagi pertanyaan-pertanyaan lainnya.
Saya percaya pilihan seseorang akan berdampak pada nasib orang lain, dan jika digabungkan dengan statement 'banyak jalan' yang tadi saya sebut, bukankah itu berarti akan terlalu banyak kemungkinan-kemungkinan yang direncanakan? Begitu pelik kah? Atau bisa saja hal itu berarti bahwa takdir seseorang belum sepenuhnya tertulis dan baru akan tertulis ketika semua hal nya baru mau terjadi? 

Saya bukan mengingkari bahwa Tuhan itu Sang Perencana. Saya percaya, sangat percaya bahwa Tuhan sudah mengatur semuanya dengan sedetail mungkin, namun bagaimana sistematikanya yg belum saya pahami. Atau mungkin, umat Nya tidak perlu tahu? Mungkin lebih baik semua menjadi rahasia Nya. Mungkin.
Henn Kim - Don’t think too much
Sumber: www.pinterest.com
Read More

Saturday, October 14

Kapan Nikah?

Hasil gambar untuk marry me tumblr
Sumber: on pict

Jadi di hari Sabtu ini saya dan salah satu kerabat saya, Gita, harus menempuh perjalanan dari Cibinong menuju Jakarta karena seperti biasa, tanpa direncanakan, kami menginap di rumah kawan kami Dinda yang kebetulan baru saja pindah dengan embel-embel mengantarkan ia ke singgasana barunya itu. Singkat cerita, embel-embel mengantarkan yang tadi disebut itu luruh begitu saja dan akhirnya kami menginap di sana karena kami punya bakat terpendam untuk merepotkan orang wkwkwk gak deng gak gitu juga.

Siang itu kami menggunakan jasa Commuterline untuk kembali ke Jakarta, dan seperti biasanya, saya mulai mengamati orang-orang di sekitar dan mencoba menerka juga mengomentari dalam hati apapun yang saya lihat kala itu. 
Ada dua laki-laki anak kuliahan yang mencoba menghabiskan waktu dengan mengobrol namun terlihat sedikit kesenjangan di sana yang saya asumsikan bahwa mereka bukanlah sahabat dekat. 
Ada juga segerombolan anak muda mungkin masih berada di jenjang SMA berkumpul di depan pintu kereta, dan ketika ada kursi yang tersedia, 2 perempuan di komplotannya segera melangkahkan kakinya ke tengah deretan kursi, dan ketika kereta mulai sesak, mereka masih saja duduk dengan manis tak menghiraukan orang-orang yang lebih diprioritaskan untuk duduk. 
Ada juga lelaki paruh baya dengan style yang santai dan tattoo kecil di kaki, sibuk sendiri dengan gadget yang dimilikinya namun dibalik itu semua ia masih memiliki rasa tanggap sosial yang tinggi.

Dari sekian banyaknya orang yang saya perhatikan, ada satu keluarga yang menjadi sorotan utama saya. Ibu dan dua anaknya yang masing-masing laki laki (kira-kira 7thn) dan perempuan (kira-kira 6thn) yang duduk di kursi pojokan khusus untuk prioritas. Diperlukan dua orang berdiri agar sang ibu dan kedua anaknya itu bisa duduk. Sejurus setelah sang ibu duduk, ia membuka tas, mengambil hp, dan sibuk dengan benda kotak di tangannya itu. Sedangkan kedua anaknya? Rusuh mengambil posisi duduk yang bisa menguntungkan kedua pihak.
Posisi itu bertahan mungkin sekitar 3-4 menit hingga kemudian sang ibu memarahi mereka dengan suara yang cukup keras dan bisa saya dengar dengan jelas (posisi saya di pintu sebrang kursinya).

Beberapa saat kemudian, saat saya mencoba memperhatikan orang lain, tiba-tiba keluarga tersebut kembali mengejutkan saya. Sang ibu kembali memarahi anaknya, kali ini yang laki-laki, dengan sebutan 'kurang ajar'. Wow. Saya takjub, dan langsung tepuk tangan. Ya nggak lah. Cuma takjub aja.

Kalo urusan marahin anak di tempat umum ya mungkin udah sering ditemui, tapi kalo ngatain kurang ajar ke anaknya sendiri yang saya perkirakan usianya baru 7 tahun itu.....antara jahat atau gak beretika sih :")
Emang, anaknya banyak tingkah banget dari yang saya lihat, tapi saya rasa bukan begitu cara mendidik anak yang benar, mengingat anaknya masih kecil dan tau sendiri itu adalah masa-masa kepribadian seseorang mulai ditata. Emang sih, saya belum berpengalaman dari mengurusi anak dan rumah tangga, tapi saya gak akan panggil anak saya kurang ajar di rentan usia segitu, kalo udah gede ya gak tau WAKAKAK.

Gak salah memang kalo pelajaran hidup bisa didapat dari mana saja. Melihat hal ini, saya semakin segan untuk cepat-cepat menikah. As you know, di usia saya ini adalah usia-usia di mana rekan-rekan saya satu persatu mulai memutuskan untuk menjajaki fase itu. Dan saya ga malu untuk mengakui bahwa awalnya saya iri. Bukan, bukan iri, tapi lebih ke perasaan 'ih pengen juga deh nikah' dengan membayangkan hidup berdua sama pasangan 24/7, siapa yang gak tergiur? wkwk. Tapi untungnya itu cuma euphoria sementara aja, and thx to you karena permasalahan kita ngebuat saya enek ketika ngebayangin nikah sama you haha curhat-_-

Banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk menikah. Jangan cuma karena melihat kerabat yang satu persatu kian pergi atau bahkan mendengar cibiran orang-orang. Nikah itu diri sendiri yang jalanin, jadi jangan menikah hanya dengan modal ingin
Kehidupan setelah menikah itu akan berbeda, banyak aspek yang kamu pikirin. 
Apalagi jika kamu sudah dikaruniai buah hati, bakal lebih banyak lagi yang perlu kamu pelajarin.
Ya, intinya sih sebenernya menikahlah ketika kamu sudah siap. Dan tahapan untuk menuju siap itu sendiri menurut saya banyak yang harus direncanakan dengan perhitungan yang genap. 

Read More

Friday, July 21

(Masih) Monoton

Waktu masih terus berjalan. Pun hidup yang kian lama kian menggantikan pemahaman saya pada banyak hal. Belum signifikan memang pergeserannya, karena hidup saya yang memang masih monoton, belum jua menemukan fase kehidupan selanjutnya.


Sudah sejak Mei silam saya kembali ke rumah saya yang sesungguhnya, namun ironisnya, hati dan pikiran saya masih di rumah saya yang sempat berada di seberang sana.
Belum kuat untuk menerima kenyataan-kenyataan baru yang harus saya telan keberadaannya.
Entahlah, mungkin ke-tidak-kuatan ini hanya perasaan yang saya artikan karena saya belum memiliki kesibukan lainnya.
Mungkin, ke-tidak-kuatan itu akan memudar seiring saya memiliki kesibukan baru dan memasuki fase hidup yang seharusnya saya jalani di usia saya yang kian tua, hehe ― tidak ada yang tau.


Tidak terasa sudah hampir 1/4 tahun saya membawa gelar S.Ikom yang belum jua mendapatkan jodoh pekerjaannya. Kalau dibilang belum siap bekerja, saya pikir tidak ada satupun orang di dunia ini yang siap bekerja, menghabiskan tenaga dan menanggung beban pikiran, semata-mata untuk kehidupan masa depannya sendiri.
Saya pikir tidak ada di kehidupan ini manusia senaif itu yang semangat bekerja untuk mencari selembar dua lembar kertas cetakan Bank Indonesia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan juga keluarganya. Ya namun inilah hidup, harus ada usaha dan pengorbanan yang dilakukan untuk mampu membahagiakan jiwa dan raganya.
We have to give, to take something, also take to give something.

Tidak munafik, saya belum siap untuk bekerja karena masih terbayang-bayang kehidupan lampau yang setiap harinya dipenuhi gelak tawa. Saya takut di tahap ini tidak akan menemukan kenyamanan seperti yang saya dapatkan di waktu silam.
Namun, bukankah kita semua begitu? Terlalu terpuruk akan kemungkinan-kemungkinan terburuk, menciptakan phobia yang sebenarnya hanya ada dalam pikiranmu? Entahlah.
Kata orang, berdamailah dulu pada dirimu sendiri, maka semuanya akan damai pula kemudian. Ya saya tahu, saya yakin, juga percaya, saya butuh kehidupan baru untuk menutup lubang-lubang kehidupan lama yang kian lama terbuka makin lebar.

Namun, naifkah saya kalau berpikir bahwa bekerja dan pekerjaan adalah sesuatu yang sudah diatur oleh penguasa alam? Naifkah saya kalau menganut pemikiran bahwa profesi saya nantinya adalah obat untuk luka saya yg menganga ini? Naifkah saya untuk tidak melulu berusaha secara maksimal karena percaya bahwa segalanya adalah kehendakNya?

Ah....
Sudahlah.
Selamat malam, langit malam. Sampaikan pada cahaya-cahaya di sana, bahwa aku adalah pengagum malam. Sampaikan pada cahaya-cahaya di sana, bahwa berkat gelapnya, kalian adalah guratan indah yang membawa ketenangan.
Dan berkatnya, kalian berdua adalah salah satu seteru yang aku kagumkan.


Sumber: static.tumblr.com

Read More

Monday, May 29

New Chapter (Again)

Sebetulnya, kesuwungan bikin saya ingin kembali ke dunia blogger hehe tapi sayangnya keinginan saya ngga berbanding lurus dengan actionnya, pathetic ya :( jadilah begini dalam kurun waktu 1 tahun, ambil contoh 2016 silam, saya hanya update 5 postingan hmmm seems like saya gak niat punya blog :( tapi ya sudahlah haha gimanapun, in the end, saya akan kembali padamu blogger :"

Jadi, hari ini saya datang dengan gelar S.Ikom yang - akhirnya - saya dapatkan setelah hampir 5 tahun berupaya haha. Sebelumnya saya sudah cerita kalo saya sedang proses mengerjakan skripsi, dan tadaaaa, akhirnya tanggal 06 Maret 2017 silam saya sidang :))  Waktu pengerjaan revisi ditentukan maksimal 2 bulan tapi Alhamdulillah saya keburu untuk ikut wisuda kloter April hehe bareng temen-temen dekat juga ceritanya mau ala-ala friendship goals gitu deh.


Keceriaan sesaat, sesudahnya mah bingung wkwk

Euphoria wisuda berakhir, dan keluarga saya pulang ke Jakarta sehari sesudahnya, tanpa saya yang jelas. Saya gak shanggup kalau harus berpisah sama Solo dan kerabat-kerabat saat itu juga. Saya butuh waktu.

Saya menjalani kehidupan seperti biasanya di Solo sesudahnya hingga 7 Mei 2017 kala itu. Rutinitas saya yang berupa tidur bersama salah satu antara Milly atau Millo — alarm pribadi saya pagi-pagi yang kalau berbunyi tandanya lapar dan minta makan — lalu kembali tidur, dan bangun sekitar pukul 10-11, kemudian bergegas mandi, makan, gabut time yang saya isi dengan beragam aktivitas, makan malam, dan keluar untuk sekedar mengobrol bersenda gurau dengan teman-teman ke tempat sederhana sambil menikmati segelas kopi, coklat, susu segar, maupun fast food. 

Sebuah kehidupan yang terlihat monoton, namun ternyata ketika dijalani langsung ternyata adalah kehidupan impian, life goals. Gimana gak life goal, orang habis wisuda beban udah terselesaikan, belum mikir kerja, hidup masih dihidupin orang tua, isinya main doing. What a life!!!
Hidup sederhana bersama kerabat-kerabat hebat yang selalu ada dalam berbuat kebaikan dan setengah kejahatan, hehe.
Hidup sederhana yang mampu membawa kebahagiaan jiwa dan raga.
Kehidupan sederhana yang membuat saya mampu hidup hanya di dunia nyata, tanpa harus memikirkan adanya dunia virtual.
Ngomong-ngomong mengenai dunia virtual, saya pernah baca sebuah quote yang tersebar di dunia maya, yang isinya kurang lebih begini, "You really enjoy the moments when you're not post it to social media" dan saya baru menyadarinya saat ini ketika menuliskannya bahwa itu benar. Saya jarang membuka ponsel ketika bersama teman-teman saya. Saya sangat jarang sekali post di snapchat maupun snapgram. Kalau dipikir-pikir sih, dunia harusnya tau saya bahagia hidup bersama kerabat saya, tapi ternyata dunia gak perlu tau. Hm bukan gak perlu tahu, sih, tapi saking asyiknya berbincang sama mereka, saya sampai lupa kalau di dunia ini ada yang namanya dunia maya.

Ah...ternyata saya tidak cukup bijak untuk menyikapi perubahan lempengan kehidupan ini. Saya masih saja terpaku dan memutar balik segalanya walau tidak dengan rinci. Hampir satu bulan berlalu semenjak saya melepaskan diri, namun belum juga pikiran dan hati ini berpenghuni lagi.


Read More